
BEKASI, BacainD.com – Ratusan buruh PT Sanken Indonesia di Cikarang terancam kehilangan pekerjaan akibat rencana penutupan pabrik yang dijadwalkan pada Juni 2025.
Penutupan pabrik ini dipicu oleh keputusan perusahaan pusat di Jepang untuk mengalihkan fokus bisnisnya.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) PT Sanken Indonesia, Dedy Supriyanto, mengungkapkan bahwa sekitar 457 pekerja akan terdampak dari penutupan tersebut.
Meskipun demikian, Dedy menjelaskan bahwa proses produksi masih berjalan seperti biasa, meskipun perusahaan sudah melakukan efisiensi selama beberapa tahun terakhir.
“Saat ini ada 457 pekerja yang masih aktif. Proses produksi masih berjalan normal, meskipun efisiensi sudah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir,” ungkap Dedy seperti yang dilansir dari Bisnis.
Namun, ia tidak merinci lebih lanjut mengenai tahapan efisiensi yang telah diterapkan hingga keputusan untuk menutup pabrik pada tahun ini.
Saat ini, pihak buruh tengah melakukan negosiasi dengan manajemen Sanken Indonesia mengenai kompensasi yang akan diberikan.
Dedy menambahkan, hingga saat ini belum ada kesepakatan terkait hal tersebut, dan pihak buruh belum mengajukan pengaduan resmi kepada Kementerian Ketenagakerjaan.
“Belum ada kesepakatan terkait kompensasi,” tuturnya.
Sementara itu, informasi mengenai penutupan pabrik ini juga telah dikonfirmasi oleh Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian, Ronggolawe Sahuri.
Ia menjelaskan bahwa pabrik Sanken Indonesia yang terletak di kawasan industri MM2100, Cikarang, memproduksi peralatan listrik seperti switch mode power supply (SMPS) dan transformer.
Sebagian besar produk tersebut diekspor, sementara sisanya dijual di pasar domestik.
“Produk yang dihasilkan diekspor sebesar 40%, sisanya dijual di dalam negeri,” kata Ronggo kepada wartawan.
Ia juga menegaskan bahwa pabrik di Cikarang berbeda dengan PT Sanken Argadwija di Tangerang yang memproduksi peralatan rumah tangga dan masih beroperasi.
Dengan penutupan pabrik ini, ratusan buruh di Cikarang berharap adanya kejelasan mengenai nasib mereka dan kompensasi yang layak sebelum pabrik ditutup pada Juni 2025. (Alf)