Oleh: Sevty Utami Nandha
BALI – Keputusan pemerintah Amerika Serikat untuk menghentikan sementara semua bantuan luar negeri, termasuk yang mendukung program Kesehatan dan hak asasi manusia, membawa dampak besar bagi komunitas rentan di Indonesia.
Kebijakan ini bukan hanya mengancam kelangsungan layanan kesehatan bagi ODHIV (Orang dengan HIV), tetapi juga menempatkan perempuan, komunitas LGBTQI+, pekerja seks, serta masyarakat miskin dalam situasi yang semakin rentan.
Dampak Penghentian Dana AS terhadap Indonesia
Indonesia selama ini menerima pendanaan dari berbagai lembaga donor internasional, termasuk dari AS, untuk mendukung program kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat.
Dengan dihentikannya bantuan ini, berdampak serius pada layanan kesehatan bagi ODHIV, perempuan, komunitas LGBTQI+, pekerja seks, dan pengguna narkoba di Indonesia.
Tanpa pendanaan ini, stok obat ARV terancam berkurang, layanan tes dan konseling HIV terganggu, serta program penyuluhan bagi komunitas rentan bisa terhenti, meningkatkan risiko penyebaran HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
Selain itu, akses terhadap kontrasepsi dan layanan kesehatan reproduksi semakin terbatas, berpotensi meningkatkan angka kehamilan tidak direncanakan, risiko aborsi tidak aman, serta kematian ibu, terutama di daerah terpencil.
Program harm reduction yang selama ini membantu pengguna narkoba dan pekerja seks juga terdampak, menyebabkan terhentinya distribusi alat kesehatan seperti jarum suntik steril serta layanan edukasi dan rehabilitasi.
Tanpa intervensi ini, risiko penyebaran HIV/AIDS dan Hepatitis C semakin tinggi, sementara kelompok rentan semakin sulit mengakses layanan kesehatan dan perlindungan.
Selain itu, organisasi non-profit yang berperan dalam advokasi dan pemberdayaan komunitas marginal terancam kehilangan sumber dana, yang dapat memperparah stigma, diskriminasi, serta risiko eksploitasi dan kekerasan.
Jika tidak ada langkah alternatif untuk menggantikan pendanaan yang hilang, krisis kesehatan dan sosial di Indonesia bisa semakin memburuk.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Dalam menghadapi situasi ini, perlu ada langkah konkret dari berbagai pihak untuk
memastikan layanan penting tetap berjalan:
● Pemerintah Indonesia harus meningkatkan pendanaan domestik untuk program HIV/AIDS, kesehatan reproduksi, dan layanan bagi kelompok rentan.
● Organisasi non-profit perlu mencari sumber pendanaan alternatif, baik dari sektor swasta, filantropi, maupun lembaga donor lain yang masih berkomitmen mendukung hak asasi manusia dan kesehatan masyarakat.
● Kesadaran publik harus ditingkatkan agar masyarakat memahami pentingnya layanan kesehatan bagi kelompok rentan dan mendukung upaya untuk mempertahankannya.
Kesimpulan
Penghentian bantuan luar negeri oleh AS membawa dampak besar bagi berbagai komunitas rentan di Indonesia, bukan hanya ODHIV tetapi juga perempuan, komunitas LGBTQI+, pekerja seks, dan pengguna narkoba suntik.
Kebijakan ini berisiko memperburuk kondisi kesehatan masyarakat, meningkatkan stigma dan diskriminasi, serta melemahkan organisasi yang selama ini menjadi garda terdepan dalam advokasi hak asasi manusia.
Untuk menghadapi tantangan ini, perlu ada langkah nyata dari pemerintah, sector swasta, dan masyarakat sipil agar layanan penting tetap tersedia bagi mereka yang paling membutuhkan.
Indonesia tidak bisa bergantung pada bantuan asing selamanya, dan momentum ini seharusnya menjadi dorongan bagi negara untuk lebih mandiri dalam mendanai program kesehatan dan sosial yang berdampak luas bagi kesejahteraan masyarakat.
Karya tulis ini dibuat Oleh Sevty Utami Nandha dan tidak mewakili pandangan dari redaksi BacainD.com