Oleh: FORSIMEMA-RI

JAKARTA, BacainD.com – Nama Dr. Artidjo Alkostar, S.H., LLM., mantan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA), masih tetap dikenang dan dihormati oleh banyak kalangan.

Selama kariernya sebagai hakim agung, ia dikenal sebagai sosok yang tegas, berani, dan tidak pandang bulu dalam menegakkan keadilan, terutama dalam kasus-kasus korupsi.

Iklan Jakarta Fair 2025
KLIK GAMBAR INI - ADV SPESIAL JAKARTA FAIR 2025
Jakarta Fair 2025

Keberaniannya dalam menjatuhkan vonis keras kepada para koruptor membuatnya menjadi sosok yang ditakuti di dunia peradilan, namun juga dihormati dan menjadi teladan.

“Akankah Prof. Dr. Sunarto Mengikuti Jejak Artidjo Alkostar?”

Syamsul Bahri, Ketua Umum Forum Silaturahmi Media Mahkamah Agung (FORSIMEMA) RI, mengungkapkan rasa kagumnya terhadap Artidjo Alkostar dan bertanya-tanya apakah Ketua MA saat ini, Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H., akan mengikuti jejak sang maestro hukum dalam memerangi korupsi dan menegakkan keadilan.

“Dr. Artidjo Alkostar adalah seorang pendekar hukum berdarah Madura yang telah berpulang empat tahun lalu, tepatnya pada 28 Februari 2021, di usia 72 tahun. Namun, warisan perjuangan dan jejak hidupnya tetap hidup di hati rakyat Indonesia,” ujar Syamsul Bahri dalam siaran resmi Forsimema pada Rabu (26/02/2025).

Perjalanan Hidup yang Menginspirasi

Dilahirkan di Situbondo, Jawa Timur, pada 22 Mei 1948, Artidjo Alkostar memulai perjalanan hidupnya dengan menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) dan lulus pada 1976.

Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di luar negeri, meraih gelar Master of Law dari Northwestern University, Chicago pada 2002, dan gelar doktoral di bidang Ilmu Hukum dari Universitas Diponegoro (Undip) pada 2007.

Artidjo memulai karier sebagai dosen di UII pada 1976 sebelum akhirnya beralih menjadi pengacara pro bono.

Dedikasinya terhadap pembelaan hak asasi manusia membawanya menjadi pengacara di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta sejak 1981 dan kemudian menjadi Direktur LBH pada 1983 hingga 1989.

Selama menjadi pengacara, Artidjo terlibat dalam sejumlah kasus besar yang melibatkan pelanggaran HAM, seperti penindakan terhadap Komando Jihad dan peristiwa pembantaian di Santa Cruz, Timor Timur pada 1991.

Karier Artidjo sebagai Hakim Agung dimulai pada tahun 2000.

Selama masa jabatannya, Artidjo menyelesaikan 19.708 perkara, termasuk 842 perkara korupsi.

Dalam banyak kasus, ia tidak segan-segan memberikan hukuman yang lebih berat bagi para koruptor, termasuk dalam kasus terkenal seperti vonis terhadap Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang tetap dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Artidjo, meskipun ada upaya kasasi.

Selain itu, vonis terhadap Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat, juga diperberat menjadi 14 tahun penjara oleh Artidjo dan kolega.

Pada 2014, Artidjo bersama majelis hakim lainnya juga meningkatkan hukuman bagi Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Presiden PKS, dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara karena keterlibatannya dalam kasus korupsi kuota impor daging sapi dan pencucian uang.

Di penghujung kariernya, Artidjo memberikan tiga pesan penting bagi hakim Indonesia, antara lain yang pertama, hakim harus memiliki pengetahuan yang luas dan kemampuan untuk memberikan pertimbangan hukum yang baik.

Untuk yang kedua, hakim harus memiliki keahlian dan kemampuan teknis dalam menerapkan hukum.

Sedangkan yang ketiga, hakim harus menjaga integritas, baik saat bertugas maupun di luar kedinasan.

Setelah pensiun sebagai Hakim Agung, Artidjo Alkostar terus berkontribusi pada pemberantasan korupsi dengan menjadi Dewan Penasihat di KPK RI untuk periode 2019-2023.

Legasi yang Terus Hidup

Meskipun Artidjo Alkostar telah tiada, legasi dan semangatnya dalam memerangi korupsi dan menegakkan hukum terus hidup.

Syamsul Bahri berharap agar semakin banyak Pendekar Hukum seperti Artidjo yang lahir di Indonesia, yang mampu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

“Semoga semangat Artidjo Alkostar terus menginspirasi hakim dan praktisi hukum lainnya untuk senantiasa berjuang demi keadilan,” tutup Syamsul. (AZ)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *