FIKSI dari realita
Kenapa maling dan perbuatan mencuri itu dilarang agama dan dikekang dalam budaya apa pun. Karena bisa menyakiti orang lain, kadang para pencuri tidak melihat kondisi siapa pemilik barang yang dicurinya.
Mungkin bagi si kaya, barang dicuri tidak mengurangi kekayaannya. Tapi bagi mereka seolah harga dirinya yang direbut orang tanpa izin.
Yang menyedihkan jika si pencuri itu mengambil barang dari orang yang miskin, yang kekurangan atau lagi dibutuhkan.
Contohnya, si pencuri yang mengambil barang baik uang atau barang berharga lainnya kepada keluarga penunggu pasien di RS. Alangkah biadabnya si pencuri yang beroperasi di RS.
Itu pula yang aku rasakan. Aku yang sekolah di salah satu SMA. Sendirian, jauh dari orang tua, mengalami hal yang sangat menyakitkan. Dompet yang tersimpan dalam tas sekolah hilang diambil orang saat aku tengah solat Ashar, menjelang pulang.
“Sakit banget aku, Ti. Uang buat hidup seminggu habis semua. Jahat banget,” ujar Aurel kepada teman sebangkunya Siti.
Memang, Aurel anak kelas 1 SMA ini harus terpisah dari orang tuanya. Ia hidup bersama neneknya di sebuah kampung di Provinsi Jawa Barat, karena ibunya telah meninggal. Sedangkan ayahnya bekerja di Kota Bekasi, pulang sebulan sekali bahkan kadang tak pulang karena urusan pekerjaan yang memaksanya tidak ketemu dengan anak gadisnya.
“Sabar Aurel. Siapa tahu bisa balik lagi,” ujar Siti menenangkan Aurel.
“Gimana mau sabar. Orang itu buat jajan seminggu, dan buat belanja makanan nenekku,” jawab Aurel kesal.
“Nah, sekarang gw balik aja gak ada ongkos buat angkot,” ketus Aurel, setiap hari ia berangkat ke sekolah naik angkot karena jarak rumahnya hampir 7 km.
“Pokoknya itu orang jahat, jahat. Gw gak maafin. Biar ketabrak motor tuh bocah,” hardik Aurel.
Dengan berat hati, akhirnya Aurel memberitahu ayahnya melalui telpon selular.
“Ayah, dompetku hilang. Ada yang ngambil,” telpon Aurel kepada ayahnya.
“Ko bisa? Emang disimpan dimana?” Tanya ayahnya.
Aurel menjelaskan kronologisnya. Bahwa dompetnya hilang saat dirinya solat ashar menjelang pulang sekolah.
“Ya sudah sabar. Kalau perlu lapor pihak sekolah, biar tidak ada kejadian seperti itu lagi,” ayahnya mengarahkan Aurel agar bertindak.
“Dan kamu jangan sedih, Semoga Allah mengganti yang lebih baik,” lirih ayahnya menenangkan sang anak.
“Tidak. Itu orang jahat. Aku tidak akan maafkan seumur hidupku. Semoga dia celaka,” Aurel menjawab ayahnya sambil mencaci maki si pencuri.
“Maafkan nak. Biar Allah yang membalas kejahatan orang lain kepada kita. Serahkan semua kepada Allah,” lirih ayahnya di seberang telpon.
“Nanti ayah ganti dua kali lipat,” jawab ayahnya menenangkan Aurel.
Karena kesal, dengan jawaban ayahnya. Aurel menutup telpon sang ayah dengan tiba-tiba.
“Uh. Semua orang seolah tak peduli sama aku. Kenapa harus memaafkan, harus sabar. Sekarang aku butuh uangku, aku pulang jalan kaki,” batin Aurel.
Tanpa memberitahu ayahnya. Aurel pulang jalan kaki, hampir 1 jam lebih perjalanan pulang sekolah ditempuhnya. Sambil hatinya terus mencaci maki dan mengutuk si pencuri.
Setelah sampai di rumah. Neneknya kaget karena Aurel pulang terlambat dari waktu biasanya.
“Kamu dari mana, ko lama. Terus, kamu ko keringatan begitu, baju kamu basah,” tanya neneknya dengan lembut sambil memegang pundak Aurel.
“Maaf nek, aku terlambat pulang. Karena aku jalan kaki,” ujar Aurel yang pulang hampir mendekati waktu Maghrib.
“Lah memang kenapa? Kamu disetrap?,” tanya neneknya ketakutan terjadi sesuatu dengan cucunya.
“Tidak nek, dompet aku diambil, dicuri orang. Sialan emang,” jawab Aurel ketus.
“Ya Allah. Ko bisa, kan nenek bilang uangnya jangan dibawa ke sekolah semua. Disimpan di rumah sebagian,” jawab nenek Aurel.
“Iya nek. Kan tadinya habis pulang sekolah aku mau beli buku wajib dan beli beras buat di rumah. Biar sekalian jalan,” jawab Aurel.
Akhirnya Aurel pun masuk kamar dan meluruskan kakinya yang pegal karena berjalan hampir 7 km. Sambil merenung kenapa dompetnya bisa hilang, dan mencoba menduga duga siapa pencurinya.
“Ah aku gak mau suudzon. Teman kelasku baik-baik. Malah mereka mau kasih uang untuk ongkos angkot,” batin Aurel.
Setelah selesai solat Maghrib, Aurel mengadu kepada Ilahi Rabbi atas kejadian hilang dompetnya.
“Tuhan kenapa kau uji aku dengan ini. Apa salahku. Ya Allah kembalikan dompetku” batin Aurel dalam doanya.
Sejurus kemudian. Aurel membuka handphone-nya. Ternyata ayahnya mengirim pesan seakan menyadarkan dirinya.
“Ambil hikmahnya. Setiap peristiwa pasti ada hikmah terbesar dalam hidup kita. Allah menguji kita agar kita selalu berhusnudzan atas takdir Allah. Syukuri atas nikmat baik atau hal buruk yang menimpa kita. Agar kita tetap berada dalam ketaatan dan ketaqwaan kepada-Nya,” pesan ayahnya melalui aplikasi WhatsApp.
“Maafkan si pencuri, biarkan Allah yang membalas keburukan dan kebaikan orang. Karena Dia-lah yang Maha Mengetahui,” lanjut pesan ayahnya, Aurel hanya diam membisu.
“Ambil hikmahnya. Siapa tahu itu teguran bagi kita agar kita waspada, hati-hati dan selalu menjaga barang yang kita miliki. Atau kita kurang bersedekah,” lanjut tulisan pesan ayahnya yang panjang.
Setelah panjang lebar tulisan pesan. Sang ayah menyertakan bukti transfer uang jajan buat anaknya.
“Semoga berkah dan maafkan si pencuri. Kita harus lebih hati-hati” tulisan pesan di bawah bukti transfer sang ayah.
“Ah, ayah memang selalu menyerah dengan keadaan. Apa-apa serahkan sama Tuhan, ikhlas lah, apalah,” batin Aurel di antara sedih dan bahagia karena ayahnya telah mengganti uangnya yang hilang.
Yang jelas, batin Aurel, pencuri itu sangat jahat. Pantas dalam Islam harus hukum potong tangan, hingga habis jari tangan dan kakinya jika tak jera. Selain hukuman diri, juga hukuman sosial. Artinya, ketika ada orang yang tangannya hilang berarti dia pernah mencuri. Sehingga masyarakat akan waspada terhadap orang tersebut.
Begitu agung ajaran Islam, lirih Aurel. Mengajarkan agar orang saling tolong menolong kepada sesama, dan menjauhi perbuatan yang merugikan orang lain. Karena hakikatnya mencuri itu perbuatan Egois hanya mementingkan pribadi, mengambil barang yang bukan haknya dan mendapat kebahagiaan tanpa keringat dengan merugikan orang lain.
“Bagi pencuri itu dia senang sendiri, malas dan tidak bersyukur kepada Allah karena tidak memanfaatkan otak, tangan kaki dan seluruh anggota tubuhnya untuk bekerja mendapatkan uang yang halal. Mereka hidupnya lebih sering senang di atas penderitaan orang lain.
“Susah melihat orang senang, tapi senang melihat orang susah,” itulah hakikat pencuri.
( Diceritakan oleh Aurel…. Korban Pencurian )