SUKABUMI, BacainD.com – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap praktik kecurangan yang dilakukan oleh pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Sukabumi.
Berdasarkan laporan masyarakat, ditemukan indikasi bahwa salah satu SPBU di Kecamatan Baros, Sukabumi, sengaja memasang alat tambahan pada dispenser pompa bahan bakar untuk mengurangi takaran bahan bakar yang disalurkan kepada konsumen.
Penindakan terhadap kasus ini dimulai pada 9 Januari 2025, setelah tim dari Subdit 1 Direktorat Tindak Pidana Tertentu, bersama Direktorat Metrologi Ditjen PKTN Kementerian Perdagangan dan PT Pertamina Patra Niaga, melakukan pengecekan di SPBU 34-43111.
Hasil pengujian menunjukkan adanya deviasi pada empat dispenser dengan merk pompa Tatsuno produksi 2005, untuk jenis BBM Bio Solar, Pertalite, dan Pertamax.
Pengukuran menggunakan Bejana Ukur Standar 20 liter menunjukkan pengurangan BBM yang bervariasi antara 400 ml hingga 600 ml per 20 liter, jauh melebihi batas toleransi yang diizinkan sebesar 100 ml per 20 liter.
Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, Dirtipidter Bareskrim Polri, mengungkapkan bahwa alat tambahan berupa PCB (Printed Circuit Board) yang dipasang secara ilegal pada dispenser menyebabkan berkurangnya jumlah BBM yang diterima konsumen.
“Praktik ini jelas melanggar hukum dan merugikan masyarakat,” tegasnya, seraya mengonfirmasi bahwa kasus ini telah dinaikkan ke penyidikan.
Pengelola SPBU yang terletak di bawah naungan PT PBM (Prima Berkah Mandiri) ini, yang telah beroperasi sejak 2005, diduga menyembunyikan alat tambahan berupa unit PCB di dalam kompartemen pompa.
Alat tersebut berfungsi mengurangi jumlah BBM yang disalurkan kepada konsumen tanpa terdeteksi petugas yang melakukan tera ulang.
Dampak dari praktik curang ini diperkirakan menyebabkan kerugian bagi masyarakat pengguna BBM hingga mencapai Rp1,4 miliar per tahun.
Menindaklanjuti hal tersebut, Polri telah menaikkan status perkara ini ke penyidikan dan menetapkan Direktur PT PBM, RUD, sebagai terlapor yang berpotensi menjadi tersangka.
Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 27 dan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
Pasal 27 mengatur larangan memasang alat tambahan pada alat ukur yang sudah ditera, sedangkan Pasal 32 ayat (1) menyebutkan ancaman pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 juta bagi pelanggar ketentuan tersebut.
“Kami akan terus melakukan penyelidikan dan menindak tegas segala bentuk kecurangan yang merugikan masyarakat, terutama dalam sektor yang sangat vital seperti distribusi bahan bakar,” tegas Brigjen Pol Nunung Syaifuddin.
Menteri Perdagangan, Budi Santoso, turut memberikan apresiasi atas pengungkapan kasus ini.
“Kecurangan seperti ini sangat merugikan konsumen dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan publik. Kami akan bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk memastikan praktik serupa tidak terjadi lagi,” tegasnya. (Frm)