JAKARTA, BacainD.com – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri menetapkan PT AJP dan seorang individu berinisial FH sebagai tersangka dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang diduga berasal dari praktik perjudian online.
Dalam pengungkapan kasus ini, selain Hotel Aruss di Semarang, Polri juga sita uang Rp 103,27 miliar terkait TPPU situs judol yang tersebar di 15 rekening bank.
Dalam konferensi pers yang digelar di Mabes Polri, Rabu (16/1/2025), Brigjen Pol. Helfi Assegaf, Dirtipideksus Bareskrim Polri menjelaskan, pemberantasan perjudian online ini menjadi salah satu prioritas dalam kebijakan Presiden Prabowo Subianto, yang bertujuan menegakkan hukum secara kolaboratif untuk mendukung terciptanya perekonomian inklusif menuju Indonesia Emas 2045.
“Kasus ini menjadi perhatian khusus Presiden Prabowo yang sangat serius dalam upaya pemberantasan perjudian online dan pencucian uang. Penetapan tersangka terhadap PT AJP dan FH dilakukan setelah penyidik memperoleh dua alat bukti yang sah,” ungkap Brigjen Helfi.
Modus Perusahaan Properti Menampung Dana Judi Online
PT AJP, yang bergerak di sektor properti dan mengelola Hotel Aruss di Semarang, diduga menjadi tempat penampungan uang hasil perjudian online yang disalurkan melalui rekening FH, yang juga menjabat sebagai komisaris perusahaan tersebut.
Dana tersebut berasal dari rekening penampungan yang dikelola oleh platform judi online seperti Dafabet, Agen 138, dan judi bola.
“PT AJP digunakan untuk mencuci uang hasil judi online, yang kemudian dialihkan menjadi investasi untuk pembangunan dan pengelolaan Hotel Aruss. Modus operandi ini bertujuan untuk menyamarkan asal-usul uang agar terlihat sah,” jelas Brigjen Helfi.
Selama periode 2020 hingga 2022, PT AJP tercatat menerima dana sekitar Rp 40,56 miliar dari lima rekening penampungan yang digunakan untuk membangun dan mengoperasikan hotel tersebut.
Keuntungan yang dihasilkan dari hotel, kemudian mengalir kembali ke rekening PT AJP dan FH.
Ancaman Hukum Bagi Tersangka
FH dan PT AJP kini terancam hukuman berat. Mereka dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
FH, sebagai individu, terancam hukuman 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 5 miliar, sementara PT AJP sebagai korporasi dapat dikenakan denda hingga Rp 100 miliar.
Penyitaan Uang dan Pemutusan Aliran Dana Ilegal
Dalam pengungkapan kasus tersebut, penyidik Polri telah berhasil menyita uang senilai Rp 103,27 miliar yang tersebar di 15 rekening milik FH dan PT AJP di Bank BCA.
Selain itu, penyidik juga mengungkapkan adanya aliran dana dari rekening penampungan judi online yang dikelola oleh individu berinisial OR, RF, MG, dan KB.
“Penyitaan ini adalah langkah awal untuk memutus aliran dana ilegal dari perjudian online dan menyelamatkan aset negara dari tindak pidana ekonomi,” tegas Brigjen Helfi.
Komitmen Polri untuk Perekonomian yang Berkeadilan
Brigjen Helfi menegaskan, pemberantasan perjudian online dan pencucian uang ini adalah bagian dari kebijakan Presiden Prabowo untuk mewujudkan perekonomian yang bersih, transparan, dan berkeadilan.
“Polri berkomitmen untuk melaksanakan tugas ini dengan profesional, bekerja sama dengan instansi terkait, demi membangun Indonesia yang lebih baik dan bebas dari praktik ekonomi ilegal,” tutup Brigjen Helfi. (Frm)