PASURUAN, BacainD.com – Diduga imbas setelah diberitakan meminta sejumlah uang transferan ke pengusaha warkop. Sejumlah warung kopi (Warkop) di Kawasan ruko Meiko Pandaan Square Desa Nogosari, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan ditutup paksa oleh petugas terkait mendapatkan kecaman dari pelaku usaha.

Penertiban dilakukan oleh tim gabungan Kasi Trantib Pandaan, Polres Pasuruan, dan Polsek Pandaan. Aparat mendatangi setiap unit usaha dan memerintahkan penghentian operasional atau menutup warkop tersebut.

Dalam penutupan tersebut, sangat disesalkan oleh para pelaku usaha, pasalnya pelaku usaha tidak diberikan informasi terlebih dahulu sebelum dilakukan penutupan.

Menurut Kasi Trantib Pandaan, Didik Febriyanto, menyebut penertiban mengacu pada surat edaran Camat Pandaan yang diberlakukan per 1 Desember 2025.

“Surat itu merujuk laporan Kepala Desa Nogosari terkait dugaan penyalahgunaan izin usaha menjadi tempat karaoke serta beroperasi melebihi batas waktu,” ucap Didik.

Sementara itu, pelaku usaha yang enggan namanya disebutkan menuturkan, ia hanya mencari nafkah untuk keluarga, ia sangat kecewa dengan semena -mena dari aparat langsung disuru tutup.

“Kami hanya mencari nafkah mas, kq malah disuru tutup tanpa alasan yang jelas dari petugas,” tuturnya.

Dalam aksi penutupan yang dilakukan oleh petugas pada Senin (01/12/2025) malam, petugas gabubungan sempat bersitegang dengan pelaku usaha hingga perwakilan Paguyuban Warkop Meiko.

Wahyu Nugroho – perwakilan Paguyuban Warkop Meiko, mengatakan, bahwa tindakan penutupan tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan surat edaran atau laporan lisan tanpa mekanisme hukum yang jelas.

“Seharusnya penutupan usaha harus melalui tahapan adminisitrasi, mulai dari pemanggilan klarifikasi, hak jawab dari pemilik usaha hingga melakukan pembinaan. Bukan seperti ini, datang langsung meminta tutup,” kata Wahyu.

Selain memprotes mekanisme penutupan, Wahyu juga mengungkap dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh pihak Kepala Desa Nogosari terhadap sejumlah pelaku usaha di Meiko Square.

Pihanya telah mempunyai banyak bukti berupa rekaman, pesan digital, transaksi keuangan, dan saksi disebut telah dikumpulkan. Bahwa nilau pungutuan yang diberikan kepada mereka (Kades Nogosari) nilainya cukup fantastis.

“Total pungutan diduga mencapai Rp 2,5 juta per bulan sejak Desember 2024 hingga Oktober 2025. Saya juga mrmbuat laporan resmi ke Inspektorat dan Bupati. Proses ini akan berlanjut hingga ranah pidana. Kami tidak akan tinggal diam,” terangnya.

Wahyu, juga menolak berbagai tuduhan yang selama ini ditujukan kepada pelaku usaha di Meiko Square, seperti prostitusi atau peredaran narkoba. Ia menegaskan, tuduhan tersebut tidak pernah dibuktikan melalui pemeriksaan resmi maupun proses hukum.

“Kalau ada pelanggaran, buktikan. Sampai hari ini tidak ada bukti pelanggaran hukum apa pun. Semua izin sah dan pajak berjalan,” singkatnya.

Ia juga mempertanyakan selektivitas penindakan aparat. “Kenapa hanya Meiko Square? Tempat hiburan lain yang buka sampai dini hari dibiarkan. Ini menunjukkan hukum berjalan tidak netral,” paparnya.

Senada dengan Wahyu, Sholihul Haris – Kuasa hukum pelaku usaha memberikan tanggapan keras. Ia menegaskan, tindakan aparat bukan bentuk penegakan hukum, melainkan indikasi penyalahgunaan kewenangan. Menurutnya, kewenangan penutupan usaha hanya dapat dilakukan melalui prosedur formal yang mencakup peringatan tertulis, evaluasi izin, keputusan administratif, dan bila diperlukan, putusan lembaga peradilan.

“Polisi bukan lembaga eksekutor perizinan. Polisi tidak dapat menutup usaha tanpa dasar hukum yang sah dan putusan pengadilan. Ini bukan hanya keliru, tapi bertentangan dengan hukum administrasi dan KUHAP,” tegasnya.

Ia menambahkan, bahwa Satpol PP saja tidak diperkenankan melakukan penyegelan tanpa dokumen lengkap, termasuk surat tugas, keputusan administratif dan berita acara penyegelan.

“Jika hukum dijalankan berdasarkan tafsir dan tekanan sepihak, itu bukan penegakan aturan, tetapi bentuk intimidasi,” tambahnya.

Sholihul Haris menilai, langkah aparat tergesa-gesa dan tidak mengikuti prosedur pemerintahan yang baik, sehingga berpotensi mengganggu kepastian hukum dan merugikan hak konstitusional warga dalam menjalankan usaha.

“Negara harus berjalan berdasarkan prosedur, bukan tekanan. Jika aparat bertindak di luar kewenangannya, itu bukan penegakan hukum, tetapi penyalahgunaan kekuasaan,” pungkasnya. (BM)

Ikuti Channel WhatsApp Bacaind
Bagikan: