BANYUWANGI, BacainD.com – Satuan Pelayanan Karantina Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, berhasil menggagalkan upaya penyelundupan burung kicau sebanyak 6.860 ekor di Pelabuhan Tanjung Wangi, Sabtu malam (1/2/2025).
Burung-burung tersebut ditemukan diangkut menggunakan truk bernomor polisi DR yang berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Burung-burung ini dikemas dalam 134 keranjang dan berencana diselundupkan tanpa dokumen karantina yang sah.
Fitri Hidayati, Penanggung Jawab Satuan Pelayanan Karantina Ketapang, menjelaskan bahwa burung kicau tersebut kini menjalani proses karantina.
“Kondisi kesehatan burung-burung ini akan diperiksa lebih lanjut sebelum akhirnya dilepasliarkan ke alam,” ungkapnya.
Setelah proses karantina selesai, burung-burung tersebut rencananya akan dikembalikan ke NTB, tempat asalnya.
Pihak Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur, yang turut terlibat dalam penanganan, mendalami lebih lanjut kasus ini.
Dua orang pelaku yang berperan sebagai sopir truk telah ditahan oleh kepolisian dari Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3) Tanjung Wangi.
Dalam penyelidikan tersebut, ditemukan fakta memilukan. Sebanyak 579 ekor burung kicau dilaporkan mati.
Organisasi nirlaba Flight Indonesia, yang fokus pada perlindungan burung liar, turut serta dalam mengidentifikasi burung-burung tersebut.
Menurut data yang mereka peroleh, burung kicau yang diselundupkan terdiri dari jenis Manyar Jambul dan Pipit Zebra, keduanya berasal dari Lombok, NTB.
Meski belum termasuk satwa yang dilindungi, keduanya merupakan bagian dari ekosistem yang rentan terhadap eksploitasi.
Direktur Eksekutif Flight Indonesia, Marison Guciano, mendesak agar penegak hukum mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam praktik penyelundupan ini.
Marison juga menegaskan perlunya edukasi kepada masyarakat mengenai peraturan yang mengatur pemanfaatan satwa liar.
“Selama ini, burung kicau dianggap bukan satwa dilindungi, sehingga pengambilannya dari alam berjalan masif tanpa kontrol yang ketat,” ujarnya, seperti yang dikutip dari Tempo.
Ia menambahkan bahwa meskipun burung kicau yang tidak terproteksi sebagai satwa langka masih diperbolehkan untuk diperdagangkan, regulasi pemerintah mengharuskan perdagangan tersebut mengikuti aturan yang ketat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447 Tahun 2003, setiap pengambilan satwa liar dari alam harus memenuhi syarat dan mendapat izin dari instansi terkait, serta mematuhi kuota yang ditetapkan.
Marison menyoroti bahwa praktik ilegal seperti ini sering kali mengabaikan regulasi yang ada.
Ia mencatat bahwa dalam lima tahun terakhir, sekitar 300 ribu burung kicau telah disita dari perdagangan ilegal di Indonesia.
“Ketika diambil dalam jumlah besar dan diselundupkan seperti ini, jelas sudah melanggar hukum,” tandasnya.
Sebab itu, dirinya berharap agar instansi terkait, seperti BKSDA, perlu memperketat pengawasan di lapangan. (Skc)