Kampung juga berperan sebagai pendaur ulang material sisa masyarakat kota. Terutama terkait kemampuannnya menyerap tenaga kerja tidak terdidik berupah rendah dan tidak memiliki titik jenuh.

โ€œKemampuan mereka ini membuat kampung mampu mensubsidi sektor modern kota dengan menyediakan barang dan jasa murah bagi pekerja sektor formal, sekaligus menjadi rantai distribusi produk industri yang murah dan efektif,โ€ ungkap Yuke.

โ€œSekitar 40 persen perekonomian Jakarta diperkirakan merupakan sektor informal yang lekat dengan kampung,โ€ tambah dia.

Iklan Jakarta Fair 2025
KLIK GAMBAR INI - ADV SPESIAL JAKARTA FAIR 2025
Jakarta Fair 2025

Menata kota dengan menggusur, sambung Yuke, tidak menyelesaikan masalah kemiskinan. Justru mereproduksinya dengan derajat yang lebih dalam.

Dengan kontribusi perumahan sekitar 18 -20 persen pada garis kemiskinan Jakarta, setara dengan kontribusi beras, penggusuran terhadap kampung dan permukiman liar akan selalu menciptakan orang miskin baru.

Kenaikan harga BBM tampaknya juga tidak berkorelasi dengan kinerja kemiskinan di Jakarta. Kemiskinan, lebih dipengaruhi kebijakan kota.

City without slum diraih dengan menggusur kampung dan permukiman liar. Kemiskinan dihapus dengan mengusir orang miskin. Kesenjangan pun semakin tak terkendali.

Penghormatan terhadap hak warga miskin kota, terutama hak atas tempat tinggal dan hak atas pekerjaan yang layak, harus menjadi agenda prioritas dalam penataan kampung dan permukiman liar ke depan.

Kemiskinan dan keterbelakangan yang melekat pada kampung, lebih banyak diciptakan oleh diskriminasi dan marjinalisasi yang diterimanya (social exelosion).

Kampung yang dipandang tidak kompatibel dengan status global city yang disandang Jakarta, terus tergerus dan terpinggirkan.

(Hms DPRD Prov. DKI Jakarta/Rnt/*)

Ikuti Channel WhatsApp Bacaind
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *