
BEKASI, BacainD.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi resmi mengajukan surat minat kepada Kementerian Lingkungan Hidup untuk ikut serta dalam program Waste to Energy (WTE) yang akan diluncurkan pada akhir Oktober 2025.
Program ini menargetkan pembangunan 30 titik Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di berbagai daerah sebagai solusi krisis sampah sekaligus penyedia energi terbarukan.
Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang, mengungkapkan bahwa awalnya daerahnya tak termasuk dalam daftar prioritas pembangunan PLTSa.
Namun, mengingat kompleksitas persoalan sampah yang semakin menekan, Pemkab Bekasi akhirnya menyatakan komitmen resmi kepada pemerintah pusat.
“Kalau kita tidak ikut program PLTSa ini, rugi besar. Karena didanai langsung oleh pusat. Insya Allah, jika berjalan, 80 persen sampah di Kabupaten Bekasi bisa diubah menjadi energi listrik,” ujar Ade.
Untuk mempercepat realisasi, Ade telah menginstruksikan jajarannya menyiapkan sejumlah persyaratan.
Salah satunya, penyediaan lahan minimal 5 hektare.
“Lokasi yang paling ideal memang di Burangkeng agar dekat dengan TPA. Ada juga opsi tanah sitaan Kejagung, tapi prosedurnya harus jelas. Kita pastikan dulu zonasinya, jangan sampai salah langkah,” tambahnya.
Langkah cepat Bekasi diapresiasi Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono.
Menurutnya, hingga kini baru dua daerah di Jawa Barat yang resmi menyampaikan dokumen minat ke kementerian, yakni Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi.
“Seingat saya, baru Bogor dan Bekasi yang sudah resmi mengajukan surat minat. Daerah lain berminat, tapi belum semua yang formal,” ujar Diaz.
Pemerintah pusat sebelumnya menetapkan sejumlah wilayah berstatus darurat sampah sebagai prioritas pembangunan PLTSa.
Daerah tersebut meliputi DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Yogyakarta, hingga Bali.
Namun, proyek hanya bisa berjalan bila memenuhi kriteria, lahan minimal 5 hektare, akses jalan memadai, dekat sumber air, serta pasokan sampah minimal 1.000 ton per hari.
Dengan kapasitas itu, PLTSa diproyeksikan mampu menghasilkan listrik hingga 20 Megawatt (MW).
Untuk daerah dengan volume sampah di bawah 1.000 ton, pemerintah membuka opsi pembangunan secara gabungan antarwilayah.
“Yogyakarta misalnya, tidak cukup jika berdiri sendiri. Maka perlu digabung dengan Sleman dan Bantul. Di sini, koordinasi antar kepala daerah sangat menentukan,” pungkas Diaz.