
BEKASI, BacainD.com – Kebijakan Dinas Pendidikan Kota Bekasi yang memperbolehkan koperasi sekolah menjual seragam menuai kritik tajam.
Harga seragam sekolah yang informasinya mencapai Rp500.000 hingga Rp700.000 itu, dinilai semakin membebani orang tua murid, terlebih saat tahun ajaran baru.
Pasalnya, kebijakan baru Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi tersebut, dinilai berpotensi membuka celah pungli terselubung.
Aktivis Kota Bekasi, Frits Saikat, menilai kebijakan Alexander Zulkarnain tersebut justru menciptakan peluang baru untuk praktik pungutan liar yang merugikan wali murid.
Padahal, seragam khusus sekolah seperti batik dan baju olahraga tidak diwajibkan dalam peraturan yang mengikat.
“Ini seperti membuat celah untuk trik baru dari pihak sekolah untuk melakukan pungli terselubung, atas statement bapak Alexander Zulkarnain, Plt Kadisdik Kota Bekasi, yang melegitimasi Koperasi Sekolah boleh melakukan penjualan seragam,” ujar Frits saat dihubungi, Kamis (10/7/2025).
Aktivis yang kerap mengkritisi kebijakan pemerintah itu, menganggap pernyataan tersebut sebagai blunder atau kesalahan besar, yang justru memberatkan orangtua siswa.
Ia menyoroti tingginya variasi tarif pungutan seragam khusus, yang mencapai ratusan ribu rupiah per siswa di berbagai sekolah.
“Pungutan seragam khusus dari tiap-tiap sekolah beragam mulai dari Rp500.000 sampai Rp700.000, sedangkan peraturan yang mengikat tentang seragam khusus sekolah itu tidak wajib,” ungkap Frits.
Frits menekankan, alih-alih memperbolehkan koperasi menjual seragam, Disdik Kota Bekasi seharusnya mengkaji ulang kebutuhan seragam khusus sekolah.
Kajian tersebut perlu dilakukan baik dari aspek pembiayaan, maupun urgensi penggunaan seragam tersebut.
“Ini dapat menjadi blunder, seharusnya untuk meminimalisir biaya yang dibebankan pada siswa/wali siswa, seragam khusus sekolah seperti batik sekolah dan baju olahraga dapat dikaji ulang entah dari sudut pembiayaannya maupun dari sudut urgensinya,” tegas Frits.
Dampak kebijakan yang dinilai keliru ini, menurut Frits, tidak hanya memberatkan dari segi finansial tetapi juga menimbulkan beban psikologis.
Siswa yang orangtuanya tidak mampu membeli seragam tersebut, akan mengalami tekanan mental akibat perbedaan status ekonomi.
“Artinya dampak efek domino dari kebijakan yang blunder ini, menjadi beban materiil pada wali siswa dan beban psikologis pada siswa,” pungkas Frits.
Frits menekankan, pentingnya ketegasan pemerintah dalam melindungi hak-hak siswa dan orangtua dari praktik pungutan yang memberatkan.
Ia menilai, pemerintah seharusnya tidak membuka celah yang dapat disalahgunakan pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan.
Sebelumnya, Plt Kadisdik Kota Bekasi Alexander Zulkarnain menyatakan memperbolehkan koperasi sekolah menjual seragam dengan syarat tidak bersifat memaksa dan harga tidak di atas pasaran.
Ia menegaskan bahwa sekolah dan guru dilarang menjual seragam karena koperasi merupakan badan usaha yang berbeda dengan sekolah. (Pnd)