BANTEN, BacainD.com – Tangisan seorang ibu pecah di ruang sidang Pengadilan Negeri Serang, Banten, Kamis (20/11/2025), saat hakim membacakan vonis 2 tahun 4 bulan penjara untuk santri senior yang terbukti melakukan kekerasan fisik dan asusila terhadap B (14), santri di Pondok Pesantren Daarul Ishlah.

Putusan ini dianggap terlalu ringan oleh keluarga korban, yang menilai keadilan belum ditegakkan bagi sang anak yang harus menanggung trauma seumur hidup.

Kuasa hukum keluarga korban, Mohammad Hariadi Nasution, SH., MH., CLA., C.Med, menyayangkan keputusan hakim yang menurutnya lebih mengutamakan masa depan pelaku daripada penderitaan korban.

“Kalau JPU menuntut 3 tahun, hakim memutus 2 tahun 4 bulan. Pertimbangannya terlalu memihak pada masa depan pelaku. Sementara perkembangan psikologis korban, penderitaannya, tidak dipertimbangkan dengan serius,” ujar Hariadi.

Ia menekankan bahwa korban, yang telah mengalami pemaksaan dan penganiayaan berulang, seharusnya mendapatkan perhatian serius dari sistem peradilan.

“Korban ini harus direhabilitasi, harus bangkit lagi secara psikologis dan pendidikan. Kerugiannya bukan sehari dua hari, tapi seumur hidup. Keputusan ini terasa berat sebelah,” tegasnya.

Kekecewaan yang sama dirasakan ibu korban, S (42), yang menuturkan bahwa pondok pesantren sama sekali tidak menunjukkan itikad baik sejak kasus ini mencuat.

“Dari pihak pondok tidak ada etika untuk menemui kami. Saya minta ketemu pimpinan saja tidak pernah direspons. Padahal anak saya mengalami kekerasan di tempat mereka,” ujarnya sambil menahan tangis.

Kasus ini bermula ketika B mengalami serangkaian kekerasan fisik dan pelecehan seksual sejak 2023 oleh beberapa kakak tingkat di pesantren.

Dari kekerasan fisik, cekikan, hingga tindakan asusila, trauma yang dialami korban memaksa B berhenti mondok dan melanjutkan pendidikan melalui program paket.

Upaya klarifikasi ke pesantren pada Januari 2025 menemui jalan buntu, bahkan keterangan pondok kepada Kementerian Agama berbeda dari pengakuan korban.

“Banyak keterangan yang tidak sesuai. Pesantren cenderung menutupi kasus ini,” kata S.

Meski Jaksa menuntut hukuman 3 tahun, putusan hakim yang lebih ringan membuka peluang langkah hukum berikutnya.

Kuasa hukum korban menyatakan keluarga masih mempertimbangkan opsi banding untuk menegakkan keadilan.

“Saya akan terus mencari keadilan untuk anak saya. Saya tidak akan berhenti di sini,” tegas S, suara mantap namun sarat emosi.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Pesantren Daarul Ishlah belum memberikan tanggapan.

Ikuti Channel WhatsApp Bacaind
Bagikan: