
JAKARTA, BacainD.com โ Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa rencana ekspor listrik energi baru terbarukan (EBT) ke Singapura harus dibarengi dengan komitmen pembangunan kawasan industri di Indonesia, khususnya di wilayah Batam, Bintan, dan Karimun (BBK), Kepulauan Riau.
Menurut Bahlil, kerja sama ini harus sejalan dengan kebijakan hilirisasi yang selama ini menjadi fokus pemerintah.
Ia menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh hanya menjadi penyedia energi, tetapi juga harus mendapatkan nilai tambah dari investasi negara mitra.
โKita akan bangun di sana kawasan industri hijau yang akan melakukan hilirisasi karena kita punya listrik hijau, sumber daya alam, bahan baku dan lahan yang cukup,โ kata Bahlil dalam wawancara dengan Liputan6 TV, dikutip Selasa (24/6/2025).
Bahlil menegaskan bahwa komitmen investasi dari Singapura akan mendorong kebijakan hilirisasi di dalam negeri.
Dengan demikian, permintaan ekspor listrik ke Singapura dapat menjadi peluang yang saling menguntungkan.
โKita kirim listrik EBT tapi mereka juga bangun kawasan industri di Indonesia,โ tuturnya.
Ia menyatakan bahwa kerja sama lintas batas ini diharapkan mampu memperkuat program nilai tambah dalam negeri, sekaligus meningkatkan masuknya investasi asing dan hilirisasi mineral logam.
Menurut Bahlil, Indonesia memiliki daya tawar tinggi di mata investor karena kekayaan sumber daya mineral, pasokan energi bersih, dan ketersediaan lahan yang luas.
โBahan bakunya pasti akan jauh lebih murah contoh nikel, harga nikel di Eropa dan di Amerika beda dengan di Indonesia. Tinggi banget di sana,โ kata Bahlil.
Sebelumnya, Indonesia dan Singapura telah menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Bahlil dengan Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kedua Bidang Perdagangan dan Industri Singapura, Tan See Leng.
MoU tersebut mencakup berbagai kerja sama strategis, seperti pengembangan zona industri berkelanjutan, perdagangan dan interkoneksi listrik lintas batas, teknologi energi terbarukan dan rendah karbon, efisiensi dan konservasi energi, serta kerja sama dalam penangkapan dan penyimpanan karbon lintas batas.
Nilai investasi proyek ini, di luar pembangunan kawasan industri, ditaksir mencapai lebih dari US$10 miliar.
Bahlil menyampaikan bahwa kawasan industri yang akan dibangun di Kepulauan Riau nantinya akan dikembangkan dengan model seperti kawasan industri di Malaysia dan Singapura.
Adapun kapasitas ekspor listrik energi baru terbarukan (EBT) ke Singapura diperkirakan mencapai 3,4 gigawatt (GW).
Untuk memenuhi permintaan tersebut, Kementerian ESDM memperkirakan dibutuhkan kapasitas produksi 18,7 GW pembangkit panel surya dan 35,7 GWh sistem penyimpanan energi baterai atau battery energy storage system (BESS).
Potensi investasi untuk pengembangan sektor ini diperkirakan mencapai US$30 miliar hingga US$50 miliar untuk pembangkit tenaga surya dan US$2,7 miliar untuk manufaktur panel surya serta sistem penyimpanan energi.
Selain memperkuat ekosistem energi bersih nasional, proyek ini juga diprediksi akan memberikan dampak ekonomi besar bagi Indonesia.
Perdagangan listrik lintas batas ini diperkirakan dapat mendatangkan potensi tambahan devisa negara sebesar US$4 hingga US$6 miliar per tahun, serta menambah penerimaan negara senilai US$210 juta hingga US$600 juta per tahun.
Tak hanya itu, proyek ini juga diyakini akan membuka lapangan kerja baru bagi sekitar 418.000 orang dari sektor manufaktur, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan pembangkit surya dan sistem baterai.
Bahlil berharap kerja sama dengan Singapura ini dapat menjadi tonggak penting dalam akselerasi transisi energi nasional, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam rantai pasok energi baru terbarukan di kawasan dan dunia. (frh)