
KARAWANG, BacainD.com – Harga pasaran gabah yang anjlok di bawah Rp 5.000,- membuat sejumlah petani di Desa Jatiwangi, Jatisari, Karawang, Jawa Barat menjerit.
Pasalnya, musim panen yang seharusnya menjadi momen menggembirakan, malah menjadi problem tersendiri bagi para petani.
Betapa tidak, berdasarkan informasi yang BacainD.com himpun, saat ini sejumlah petani mengaku dihadapkan beberapa kesulitan dalam musim panen kali ini.
Antara lain, kesulitan mendapatkan alat pemotong padi modern (Komben), kekurangan tenaga kerja panen (ngarit), hingga sulitnya memperoleh jasa ojek gabah untuk mengangkut gabah dari sawah.
Karena situasi tersebut, membuat panen kali ini yang biasanya dilakukan secara cepat malah berlangsung berlarut-larut.
Ditambah lagi, kondisi cuaca yang tidak menentu, besar kecilnya juga berpengaruh terhadap gabah yang di panen, sehingga dapat mengancam kualitas gabahnya.
Proses pemanenan yang tertunda ini berimbas pada harga gabah yang anjlok.
Ahmad Labib (45), salah seorang petani di Desa Jatiwangi, mengungkapkan rasa frustrasinya kepada media.
“Harga gabah saya jadi jatuh di bawah harga yang masuk akal, masa ditawar kurang dari Rp 5.000 per kilogram,” ujarnya dikutip, Senin (21/4/2025).
Harga gabah yang rendah, membuatnya kesulitan untuk menutupi biaya produksi dan membayar tenaga kerja.
Menurut Labib, biaya produksi per hektar untuk tanaman padi, sangat besar.
“Ada banyak biaya yang dikeluarkan, mulai dari biaya pengolahan lahan pra-tanam yang mencapai Rp 1,8 juta per hektar, pembenihan Rp 800 ribu, termasuk biaya benih padi baru. Biaya untuk menanam padi (tandur) mencapai Rp 1,4 juta per hektar,” terangnya.
Tak hanya sampai disitu saja, petani juga mengeluarkan sejumlah biaya untuk pencegahan hama, penanaman, hingga pemanenan.
“Selain itu, biaya pencegahan hama tanaman padi yang harus dilakukan hingga lima kali penyemprotan menelan biaya Rp 1 juta per hektar, dan sewa mesin panen saat panen sebesar Rp 3 juta per hektar. Jika dijumlahkan, total modal untuk menanam padi bisa mencapai Rp 15 juta hingga Rp 18 juta per hektar,” papar Labib.
Meskipun pemerintah melalui Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebelumnya telah mengumumkan harga gabah kering panen (GKP) yang harusnya mencapai Rp 6.500 per kilogram, petani seperti Labib masih merasa kesulitan untuk mendapatkan harga yang sesuai.
Prabowo juga menjanjikan akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk memastikan penyerapan gabah petani dengan harga yang adil.
Untuk itu, Labib mengaku mencoba menjual gabahnya kepada Bulog Karawang pada Senin (21/4/2025).
Ia sudah mengajukan permohonan penjualan melalui aplikasi yang disediakan dan kini menanti respons dari Bulog Karawang.
“Saya berharap Bulog bisa segera merespons permohonan saya. Banyak petani yang sudah menjual gabahnya ke Bulog dengan harga sesuai anjuran pemerintah yaitu Rp 6.500 per kilogram,” kata Labib dengan penuh harap.
Berdasarkan testimoni di akun media sosialnya, Sejumlah petani yang telah menjual gabah mereka ke Bulog Karawang dan kabarnya bahwa harga yang mereka terima memang sesuai dengan yang dijanjikan, yakni Rp 6.500 per kilogram.
Labib pun berharap, nasib serupa bisa ia dapatkan agar dapat menutupi biaya produksinya dan mendapatkan keuntungan yang layak. (Ths)