
KABUPATEN BEKASI, BacainD.com – Oknum Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi, bernama SL alias Soleman, ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi, dalam kasus dugaan korupsi penerimaan gratifikasi atau suap.
Dwi Astuti Beniyati, Kepala Kejari Kabupaten Bekasi menyebutkan, SL ditetapkan menjadi tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi atau suap dari oknum pelaksana kegiatan proyek fisik berinisial RS.
Penetapan tersangka ini, kata dia, merupakan hasil pengembangan dari tersangka RS yang sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.
“Penetapan tersangka pada perkara ini merupakan pengembangan dari hasil penyidikan atas dugaan suap atau gratifikasi yang dilakukan tersangka RS pada tersangka SL,” paparnya, Selasa petang (29/10/2024).
Pihaknya, menetapkan SL sebagai tersangka dalam dugaan kasus ini, usai bukti permulaan yang diperoleh oleh jaksa penyidik, sudah cukup.
Mulai dari sejumlah dokumen, satu unit mobil dengan merk Mitsubishi Pajero Warna Putih dan satu unit mobil jenis sedang bermerk BMW.
Dari cukupnya bukti-bukti yang diperoleh oleh jaksa penyidik, kemudian melakukan penahanan terhadap SL selama 20 hari kedepan, di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pasirtanjung, Cikarang Pusat, untuk kepentingan penyidikan.
Sementara itu, Ronald Thomas Mendrofa, Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus Kejari Kabupaten Bekasi menjelaskan, awalnya, SL berstatus sebagai saksi saat tiba di Kejari Kabupaten Bekasi sekitar pukul 14.00 WIB, untuk memenuhi panggilan pertana setelah masa tahapan pemilu berakhir.
Usai dilakukan pemeriksaan oleh Jaksa Penyidik selama tiga jam lebih, pihaknya memutuskan meningkatkan status SL dari Saksi menjadi tersangka, setalah dicecar sebanyak 20 pertanyaan dari jaksa penyidik.
Usai status SL naik jadi tersangka, jaksa melakukan penahanan kepada yang bersangkutan sekitar pukul 18.00 WIB.
Dalam keteragannya, tersangka RS menerima proyek dari SL sebanyak 26 proyek dengan nilai yang bervariasi, sekitar Rp 200 juta hingga Rp 300 juta per proyek.
Sebagai imbalannya, SL diberikan kendaraan roda empat dari RS agar dapat mengerjakan proyek tersebut.
“RS menerima proyek dari SL dengan nilai bervariasi, sekitar Rp200-300 juta per proyek. Total ada 26 proyek. Tersangka mengaku dari yang bersangkutan RS untuk dapat mengerjakan proyek dengan imbalan diberikan kendaraan roda empat,” katanya.
SL disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau kedua Pasal 12 huruf e atau ketiga 12 huruf b atau keempat Pasal 5 ayat 2 junto Pasal 5 ayat 1 huruf a.
Kemudian atau kelima Pasal 5 ayat 2 junto Pasal 5 ayat 1 huruf b atau keenam pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
“Ancaman pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal 20 tahun. Bentuk pasal sangkaan itu alternatif, artinya salah satu dari pasal-pasal tersebut akan dibuktikan nanti di persidangan, mana yang paling sesuai dengan unsur perbuatannya,” kata dia.
Sebagai informasi, konstruksi kasus ini berawal dari laporan masyarakat pada 7 Agustus 2023 yang ditindaklanjuti dengan telaah serta pengumpulan data dan keterangan oleh tim jaksa penyidik.
Penanganan kasus ini sempat tertunda, akibat Instruksi Jaksa Agung Nomor 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam Mendukung dan Menyukseskan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024.
Instruksi Jaksa Agung itu dikeluarkan sebagai langkah antisipasi penggunaan penegakan hukum sebagai alat politik praktis oleh pihak-pihak tertentu pada Pemilu 2024 sekaligus bentuk komitmen pelaksanaan Memorandum Jaksa Agung Nomor 127 tentang Upaya Meminimalisir Dampak Penegakan Hukum terhadap Pelaksanaan Pemilu.
Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi menginterpretasikan Instruksi Jaksa Agung RI itu dengan merujuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022 menyangkut tahapan terakhir penyelenggaraan pemilu pada 20 Oktober 2024. (Ald/red)