JAKARTA, BacainD.com – Kabut tebal menyelimuti wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek) sepanjang Minggu (29/6/2025), memicu kepanikan dan rasa penasaran warga.

Fenomena langka ini terjadi sejak sore hingga dini hari dengan jarak pandang terbatas dan suhu udara yang lebih dingin dari biasanya.

Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Ida Pramuwardani, menjelaskan kabut terjadi akibat suhu udara permukaan yang dingin dan kelembapan tinggi.

Iklan Jakarta Fair 2025
KLIK GAMBAR INI - ADV SPESIAL JAKARTA FAIR 2025
Jakarta Fair 2025

โ€œSuhu permukaan udara sekitar 23โ€“25 derajat Celsius, dan kelembaban yang tinggi menyebabkan uap air terkonsentrasi di permukaan, membentuk kabut,โ€ ujar Ida kepada RRI Jakarta, Senin (30/6/2025).

Warga mengaku belum pernah mengalami kabut setebal ini di daerah permukiman padat. โ€œKabutnya tebal banget dari Jatibening ke Mampang, sampai pohon-pohon nggak kelihatan jelas,โ€ kata Rian, warga Bekasi Barat.

Hal senada disampaikan Novita, warga lainnya. โ€œKabut makin tebal malam hari dan baru hilang sekitar jam lima pagi. Rasanya kayak di Puncak,โ€ ujarnya melalui pesan WhatsApp ke RRI.

Media sosial juga ramai dengan spekulasi warganet. Beberapa mengira kabut ini merupakan polusi atau bahkan hal yang lebih ekstrem.

โ€œDepok, JKT, Bekasi ada kabut, ini beneran kabut? Mudah-mudahan bukan senjata biologis,โ€ tulis akun @harywae81 di Instagram @infobmkg.

BMKG dan BRIN Tegaskan: Ini Kabut, Bukan Polusi

BMKG memastikan bahwa fenomena ini bukan disebabkan oleh polusi udara.

โ€œKami masih memantau kualitas udara, tapi dari parameter cuaca, ini memang kabut,โ€ tegas Ida.

Ia juga mengimbau pengendara untuk berhati-hati akibat jarak pandang yang menurun.

Hal senada disampaikan Peneliti Ahli Utama BRIN, Prof. Eddy Hermawan. Menurutnya, fenomena kabut di dataran rendah memang wajar, meski jarang terjadi.

โ€œKabut terbentuk karena suhu rendah, kelembaban tinggi, dan angin yang tenang,โ€ katanya.

Prof. Eddy juga menjelaskan perbedaan kabut dan polusi.

โ€œKabut itu awan yang menempel di tanah, bisa hilang ketika matahari terbit. Polusi, seperti partikel PM2.5, bisa menggantung lama di udara,โ€ jelasnya.

Ia menambahkan, suhu pagi di beberapa kawasan Jabodetabek sempat turun hingga 20โ€“22 derajat Celsius, lebih rendah dari biasanya, sehingga memicu pembentukan embun dan kabut pekat.

BMKG dan BRIN menegaskan bahwa kabut ini adalah fenomena alam sesaat dan bukan pertanda perubahan iklim ekstrem.

Meski demikian, masyarakat diminta tetap waspada terhadap risiko kecelakaan lalu lintas dan gangguan pernapasan.

โ€œFenomena ini bukan sesuatu yang perlu ditakutkan, tapi penting dipahami agar tidak menimbulkan kepanikan,โ€ tutup Prof. Eddy. (Ths)

Ikuti Channel WhatsApp Bacaind
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *