BEKASI, BacainD.com – Wakil Ketua I DPRD Kota Bekasi, Nuryadi Darmawan, menegaskan bahwa rencana penerapan parkir berbayar di kawasan Ruko Grand Galaxy City (GGC) bukan ditolak, melainkan perlu ditunda hingga seluruh persyaratan administrasi terpenuhi.

Hal itu disampaikan Nuryadi menanggapi polemik penolakan warga terhadap rencana pemberlakuan parkir berbayar yang direncanakan mulai Desember 2025.

“Saya lebih memilih kalimatnya bukan menolak, tapi memang ditunda dulu saja. Jangan dulu berbayar,” ujar Nuryadi saat ditemui di Aren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Jumat (7/11/2025).

Menurutnya, kebijakan parkir berbayar bisa diterapkan jika sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, dalam kasus GGC, masih terdapat persoalan mendasar yang harus diselesaikan lebih dahulu.

Politisi PDI Perjuangan itu menjelaskan, persoalan utama terletak pada status prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) di kawasan GGC yang belum diserahkan pengembang kepada Pemerintah Kota Bekasi. Kondisi ini menyebabkan lahan parkir masih menjadi hak pengembang dan belum beralih menjadi aset pemerintah.

“Aset belum diserahkan PSU-nya ke pemerintah kota? Kalau itu belum diserahkan kepada pemerintah, berarti belum resmi sebagai PSU. Berarti masih punya siapa? Ya haknya pengembang,” kata Nuryadi.

Menanggapi pernyataan Paguyuban Ruko Grand Galaxy City yang menyebutkan hanya tersisa sembilan unit ruko belum terjual dan seharusnya PSU sudah diserahkan kepada pemerintah, Nuryadi menilai hal tersebut belum cukup menjadi dasar untuk menerapkan aturan baru.

“Aturan bisa berlaku jika persyaratan untuk membentuk aturan itu sudah selesai. Kalau ternyata hak dan kewajiban belum terpenuhi, pemerintah juga belum konsern mengurus itu, ya sebaiknya jangan dulu,” terangnya.

Lebih lanjut, Nuryadi mengingatkan bahwa meski parkir berbayar dapat menjadi potensi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pelaksanaannya tidak boleh dilakukan dengan cara yang keliru. Terutama jika pengelolaan diserahkan kepada pihak ketiga dan bukan pengembang atau pemerintah secara langsung.

“Sekalipun itu akan menaikkan PAD kita, tapi kalau caranya salah, misalnya pengembang melemparkan ke pihak ketiga, bukan pengembangnya langsung, nah itu yang jadi masalah,” ucapnya.

Terkait keluhan warga mengenai iuran pengelolaan lingkungan (IPL) yang naik dari Rp500.000 menjadi Rp945.000 per bulan, Nuryadi menilai hal itu mencerminkan belum tertatanya manajemen pengelolaan kawasan dengan baik.

“Ya dari situ kita sudah tahu bahwa saat ini berarti belum termanage dengan baik. Tata kelolanya masih berantakan,” ujarnya.

Nuryadi meminta Pemerintah Kota Bekasi segera menuntaskan persoalan ini sesuai mekanisme dan tata kelola yang berlaku, termasuk penyelesaian status PSU.

“Jangan tunda-tunda, selesaikan sesuai mekanisme dan tata kelola yang sudah ada. Selama masih ada kekurangan dalam syarat dan prasyaratnya, pemerintah tidak boleh memaksa untuk mengekspos bahwa itu harus berbayar,” tegasnya.

(ADV)

Ikuti Channel WhatsApp Bacaind
Bagikan: