Hoky juga mengaku sependapat dengan yang disarankan Luigi pada diskusi ini tentang ‘Competency is a new currency.’ “Konsep ini harus kita dukung dan ciptakan, karena kompetensi (keahlian) seseorang atau kepiawaian perusahaan dalam mempertahankan daya saing akan menjadi aset yang sangat berharga di era digital berbasis AI dan globalisasi yang makin meluas ke segala sektor. Dimana kompetensi tidak hanya merujuk pada kemampuan teknis, tetapi juga kemampuan soft skills seperti komunikasi, kolaborasi, dan adaptasi,” ungkap Hoky. 

Tak heran pengusaha yang juga berprofesi sebagai wartawan dan pengacara ini ikut aktif berkolaborasi mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) SDM TIK, dan LSP Pers Indonesia, bahkan tak tanggung-tanggung mendirikan Organisasi Advokat PERATIN.   

Terkait perubahan regulasi mengenai TKDN, Hoky menyatakan APTIKNAS belum pernah dilibatkan secara langsung dalam proses penyusunan kebijakan tersebut. 

Iklan Jakarta Fair 2025
KLIK GAMBAR INI - ADV SPESIAL JAKARTA FAIR 2025
Jakarta Fair 2025

Sementara Sekjen APTIKNAS Fanky Christian menyoroti ketimpangan kebijakan TKDN. Menurutnya, selama ini produk TIK wajib memenuhi TKDN agar dapat masuk kedalam jajaran komoditas pada sistem E-katalog pemerintah, namun relaksasi untuk produk AS justru mengancam keberadaan pelaku usaha lokal/nasional. 

“Kalau TKDN dilonggarkan terhadap masuknya produk asing, mereka akan menguasai pasar E-katalog. Ini sangat kontradiktif. Bagaimana penguasaha nasional dapat mampu memperkuat industri lokal kalau keran impor justru dibuka selebar-lebarnya, padahal pertimbangan penerapan atas kebijakan TKDN bertujuan untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri dan mengurangi ketergantungan terhadap impor, serta menjadi salah satu pilar utama dalam memperkuat struktur dan daya saing industri nasional.” kata Fanky. 

Agenda penting lainnya, lanjut Fanky, adalah keprihatinan anggota asosiasi dan perlindungan pasar terhadap praktek dumping (produsen asing yang menjual barangnya ke tujuan pasar luar negeri seperti ke Indonesia, dengan harga lebih murah daripada harga barang serupa di dalam negeri asal produsen tersebut) dan keberpihakan pemangku kebijakan terhadap agenda komunitas dunia usaha nasional yang diperankan asosiasi seperti APTIKNAS, dan penguasa nasional secara umum, agar ekosistem terjaga, iklim usaha dapat menahan goncangan perang dagang, serta kejadian luar biasa di ranah geopolitical kedepan nanti. 

Menanggapi hal itu, Satf Ahli KSP Luigi mengatakan, diskusi ini sangat menarik dan perlu menjadi mekanisme komunikasi informal yang berkesinambungan, serta terus menghadirkan banyak pakar dan sosok penting/strategis yang dapat memberdayakan pemahaman mendalam atas isu strategis lainnya.

Ia pun menyarankan, perlu ada pemaparan kepada publik akan peranan strategis asosiasi yang selama ini menjadi kontribusi besar terhadap iklim usaha nasional, termasuk informasi Valuasi nilai perdagangan keseluruhan per tahun secara nasional yang berhasil digenerate oleh APTIKNAS sehingga menjadi kontribusi nyata terhadap gerak laju ekonomi nasional yang layak di apresiasi oleh semua kalangan, termasuk oleh pemerintah.  

“Misalnya total nilai perdagangan secara keseluruhan dan bobot potensi kedepannya, lalu trend business berbasis TI dan bagaimana komunitas TIK nasional dapat berdaulat pada pasar domestik, dan lain-lain sebagainya yang ada di APTIKNAS,” ucap Luigi lagi.

Luigi juga mengusulkan agar para pengusaha terus secara aktif dan kolaboratif mengembangkan/melakukan diversifikasi pasar lain untuk potensi ekspor, seperti di merambah ke beragam negara di benua Afrika dan kawasan negara-negara di Asia Tengah.

Ikuti Channel WhatsApp Bacaind
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *