
Kereta tersebut sempat lolos dari hadangan di beberapa titik, namun dihentikan di Cikampek oleh pejuang setempat dan dipaksa kembali ke Jakarta.
Tak disangka, setibanya di Stasiun Bekasi, rakyat sudah siap menunggu.
Sebanyak 90 tentara Jepang ditemukan di dalam gerbong.
Kemarahan rakyat meledak ketika mereka menemukan senjata api yang disembunyikan oleh salah satu tawanan.

Meskipun awak kereta memperlihatkan surat perintah jalan resmi dari Menteri Luar Negeri A.A. Maramis yang ditandatangani Bung Karno, warga tidak bergeming.
Para tawanan kemudian dipindahkan ke sebuah rumah gadai di tepi Kali Bekasi, yang saat itu dijadikan penjara sementara.
Menjelang malam, kemarahan rakyat mencapai puncaknya.
Seusai Maghrib, seluruh tentara Jepang digiring ke tepi sungai.
Di sanalah eksekusi massal terjadi. Air sungai yang biasanya jernih, malam itu berubah merah oleh darah.
Monumen untuk Melawan Lupa
Puluhan tahun setelah tragedi itu, Pemerintah Kota Bekasi bekerja sama dengan pemerintah Jepang dan PT KAI membangun Monumen Kali Bekasi.
Monumen ini terletak di kawasan strategis, dekat jembatan yang menghubungkan Kecamatan Bekasi Timur dan Bekasi Selatan.

Desain monumen menggambarkan suasana sejarah: kereta api, rakyat bersenjata, dan tentara Jepang.
Namun, alih-alih memicu dendam lama, monumen ini justru dibangun dengan semangat perdamaian dan cinta kasih, menjadi simbol rekonsiliasi antara dua bangsa yang pernah berseteru.
(Sumber: Pemkot Bekasi, Sejarawan Kota Bekasi dll)
Warisan Sejarah yang Dilupakan?
Sayangnya, meski sarat makna, Monumen Kali Bekasi belum mendapat perhatian maksimal dari masyarakat luas.
Minim papan informasi, kurang promosi wisata sejarah, serta kondisi sekitar yang kerap tak terawat membuat monumen ini luput dari perhatian generasi muda.
Padahal, keberadaannya penting untuk mengingatkan bahwa kemerdekaan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan berdarah-darah yang harus terus dikenang dan dijaga.
Bahkan baru baru ini, dikabarkan sejumlah pelat tembaga yang merupakan bagian penting dari Monumen Sejarah Kali Bekasi dilaporkan hilang akibat aksi pencurian.
Insiden ini memicu kecaman keras dari para sejarawan dan pegiat sejarah lokal, yang menilai peristiwa tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap nilai-nilai perjuangan rakyat Bekasi.
Penggiat sejarah lokal, Ali Anwar, menyayangkan hilangnya pelat yang selama ini menjadi simbol peringatan semangat patriotisme masyarakat Bekasi.
“Ini amat memprihatinkan. Monumen itu adalah simbol perjuangan dan patriotisme masyarakat Bekasi,” ujar Ali pada Jumat (20/6/2025).
Ia menyebut pelaku pencurian sebagai pengkhianat sejarah dan mendesak Pemerintah Kota Bekasi, khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud), untuk segera mengambil langkah konkret.
“Pelakunya harus diburu, ditangkap, dan dihukum seberat-beratnya. Pemerintah juga harus memasang CCTV serta menempatkan petugas keamanan di lokasi situs bersejarah,” tegasnya. (Bung Suryo)