Oleh: Suryono ST (Ketua Aing)
Pimpinan Perusahaan BacainD.com

SURAKARTA, BacainD.com – Ada sesuatu yang berbeda di Monumen Pers Nasional, Sabtu (4/10/2025). Bukan sekadar upacara atau seremoni yang diwarnai pidato pejabat, melainkan sebuah momentum bersejarah: lahirnya kembali Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang bersatu setelah sekian lama diwarnai dualisme.

Kami, Suryono ST atau biasa dipanggil Ketua Aing, ingin menuliskan opini ini sebagai bentuk apresiasi atas pengukuhan Pengurus PWI Pusat periode 2025–2030 yang disaksikan langsung Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, bersama jajaran tokoh pers dan pemerintah.

Opini ini kami tulis ketika perjalanan pulang dari Surakarta menuju kediaman kami di Bekasi, usai hadir dalam acara Pengukuhan PWI Pusat.

Kenapa apresiasi ini penting? Karena pengukuhan ini bukan hanya soal siapa yang duduk di kursi pengurus, melainkan tentang bagaimana sebuah organisasi besar seperti PWI menemukan kembali roh persatuan yang sempat goyah.

Ketua Umum PWI Pusat, Akhmad Munir, memilih Monumen Pers sebagai lokasi pengukuhan.

Pilihan ini menurut hemat kami bukan kebetulan. Monumen Pers adalah saksi bisu kelahiran PWI dan perjalanan panjang pers Indonesia.

Munir dengan lantang menyatakan, “Persatuan adalah kata kunci bagi kebangkitan organisasi PWI.” Kalimat ini sederhana, tapi maknanya dalam.

Tanpa persatuan, organisasi sebesar apa pun akan lumpuh. Dengan persatuan, PWI bukan hanya bangkit, tapi bisa kembali berperan menjaga martabat pers Indonesia.

Kami sebagai Pimpinan Perusahaan (Pimprus) BacainD.com sangat setuju, dan kami kira semua wartawan di seluruh penjuru negeri pun akan mengamini hal ini.

Catatan Ketua Aing: Dari Monumen Pers Surakarta Menuju Kebangkitan Wartawan Indonesia
FOTO: Suryono ST (Ketua Aing) saat berada di depan Monumen Pers Nasional, Surakarta. (Dok. Pribadi)

Yang juga menarik adalah pernyataan Menkomdigi, Meutya Hafid. Beliau bukan orang asing di dunia pers, karena latar belakangnya sebagai jurnalis membuatnya memahami denyut nadi media.

Meutya menegaskan bahwa pemerintah tidak akan intervensi dalam rekonsiliasi PWI.

Bagi saya, ini adalah sikap dewasa. Pemerintah bisa saja “ikut campur”, tapi memilih untuk menahan diri demi menjaga independensi pers.

Kalimat Meutya yang menancap di kepala saya adalah: “Pengukuhan ini menegaskan arti penting pers bagi cahaya kebenaran dan persatuan bangsa.”

Cahaya kebenaran. Itu kata kuncinya. Di tengah hiruk pikuk informasi palsu, buzzer politik, dan banjir konten media sosial, pers memang harus jadi cahaya. Bukan cahaya lampu neon murahan, tapi cahaya matahari yang memberi kehangatan sekaligus ketegasan.

PWI Bekasi Raya: Loyalitas Tanpa Batas

Saya juga mencatat kehadiran rombongan PWI Bekasi Raya yang dipimpin Ade Muksin. Mereka datang dengan semangat penuh loyalitas. Sepele? Tidak. Karena dalam organisasi, kehadiran fisik adalah simbol kehadiran moral.

Ketika pengurus daerah rela menempuh perjalanan jauh demi mengukuhkan semangat persatuan, itu artinya PWI masih punya energi besar. Tinggal bagaimana energi ini diolah menjadi kekuatan kolektif, bukan sekadar seremoni sesaat.

Spirit Persatuan: Dari Surakarta untuk Indonesia

Opini ini saya tulis dengan harapan agar semangat persatuan PWI yang lahir di Surakarta bisa menjalar ke seluruh penjuru negeri.

Jangan biarkan organisasi pers ini hanya jadi “papan nama” atau “stempel kartu pers”.

PWI harus kembali menjadi rumah besar yang melindungi wartawan, memperjuangkan profesionalisme, dan menjaga marwah pers Indonesia.

Kalau boleh nyentrik sedikit, saya yang juga menjabat sebagai Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Bantargebang, Kota Bekasi ingin bilang: “Pers tanpa persatuan itu seperti kopi tanpa kafein, ada bentuknya, tapi kehilangan ruhnya.”

Hari ini, kita menyaksikan momentum sejarah. Tapi esok hari, kerja nyata menanti. Akhmad Munir dan jajaran pengurus PWI Pusat sudah mengangkat sumpah, kini giliran kita semua, anggota, simpatisan, bahkan masyarakat pers untuk memastikan bahwa persatuan ini benar-benar terjaga.

Saya percaya, PWI bisa bangkit kembali sebagai garda depan pers Indonesia.

Bukan hanya karena pengurusnya hebat, tapi karena kita semua sadar “Tanpa pers yang merdeka, bersatu, dan bermartabat, demokrasi Indonesia akan pincang.”

Mari kita jaga rumah besar bernama PWI. Karena dari rumah inilah, suara kebenaran akan terus bergema.


Penulis: Suryono ST (Ketua Aing), Pimpinan Perusahaan (Pimprus) BacainD.com

Ikuti Channel WhatsApp Bacaind
Bagikan: