BEKASI, BacainD.com – Dugaan praktik nepotisme dan penyalahgunaan wewenang, mencuat dalam pelantikan 19 pejabat eselon II Kota Bekasi yang dilakukan Wali Kota, Tri Adhianto, pada Rabu (3/9/2025).

Nasional Corruption Watch (NCW) DPD Bekasi Raya, menilai mutasi tersebut sarat kepentingan politik dan melanggar prinsip merit sistem dalam pengelolaan aparatur sipil negara.

Menurut Ketua DPD NCW Bekasi Raya Herman P. Simaremare, kejanggalan paling mencolok terlihat dari pengangkatan drh. Satia, selaku adik kandung wali kota sebagai Kepala Dinas Kesehatan. Posisi strategis ini dinilai tidak sesuai dengan kompetensi sebagai dokter hewan untuk menangani kesehatan masyarakat.

“Ini sangat janggal. Bagaimana mungkin seorang dokter hewan memimpin dinas yang mengurusi kesehatan manusia?” kata Herman dalam keterangan tertulis.

Dugaan praktik ‘keluargisme‘ semakin menguat dengan pelantikan Solikhin, yang disebut Herman sebagai adik ipar Tri Adhianto, menjadi Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).

Padahal menurutnya, Solikhin sebelumnya dinilai gagal menyelesaikan sengketa Pasar Keranji, saat menjabat Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

“Kenapa pejabat yang gagal menyelesaikan masalah justru dipromosikan ke posisi yang mengelola keuangan daerah?” tanya Herman secara retoris.

Organisasi antikorupsi tersebut menilai, penempatan kedua kerabat wali kota dalam posisi vital, menunjukkan pelanggaran terhadap UU No. 28 Tahun 1999, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN dan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN.

Kejanggalan lain yang disoroti NCW adalah promosi mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup ke jabatan Kepala BPKAD. Pejabat tersebut baru saja dimintai klarifikasi NCW pada 28 Agustus 2025, terkait dugaan korupsi di TPA Sumur Batu.

“Alih-alih menjalani pemeriksaan, pejabat yang sedang bermasalah justru dipromosikan. Ini seperti melindungi mereka yang diduga terlibat korupsi,” ujar Herman.

Herman juga mempertanyakan, transparansi proses mutasi yang dinilai terburu-buru dan tanpa mekanisme seleksi yang jelas. Beberapa pejabat ditempatkan tidak sesuai dengan kompetensi dan latar belakang keahliannya.

Kondisi semakin ironis karena jabatan vital seperti Direktur RSUD Kota Bekasi, justru dibiarkan kosong, menunjukkan tidak ada perencanaan yang matang dalam mutasi tersebut.

“Yang lebih parah, jabatan vital seperti Direktur RSUD Kota Bekasi malah dibiarkan kosong. Ini menunjukkan tidak ada perencanaan yang matang,” kata Herman.

NCW mendesak Wali Kota Bekasi memberikan penjelasan terbuka atas kebijakan mutasi yang kontroversial ini. Herman juga meminta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kementerian Dalam Negeri segera menyelidiki indikasi pelanggaran hukum.

“Wali kota memang punya hak prerogatif dalam mutasi pejabat. Tapi kalau digunakan untuk kepentingan keluarga dan melindungi yang bermasalah, itu jelas penyalahgunaan wewenang,” tegas Herman.

Organisasi antikorupsi tersebut juga mengajak masyarakat dan ASN, untuk berani melaporkan jika mengetahui adanya praktik transaksional dalam penempatan jabatan publik.

“Klaim peningkatan kinerja hanya kedok. Yang terjadi justru perampokan terhadap hak publik atas pemerintahan yang bersih dan profesional,” pungkas Herman.

Ikuti Channel WhatsApp Bacaind
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *