BEKASI, BacainD.com – Ratusan buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Bekasi Melawan (BBM) memadati halaman Gedung Pemerintah Kota Bekasi, Kamis (30/10/2025).

Mereka datang membawa semangat perjuangan yang menyala, menuntut kepastian kenaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) 2026.

Sejak pagi, enam mobil komando berjejer di depan Kantor Wali Kota Bekasi.

Orasi bergema dari pengeras suara, bersahutan dengan teriakan ribuan buruh yang menutup sebagian Jalan Ahmad Yani, jalur utama menuju Tol Bekasi Barat.

Di tengah panas terik, barisan buruh dari berbagai serikat pekerja terus menyuarakan aspirasi mereka.

Petugas kepolisian bersama Dinas Perhubungan Kota Bekasi tampak berjibaku mengatur arus lalu lintas agar tetap terkendali.

Tak lama berselang, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto bersama Plt. Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi menerima perwakilan massa untuk berdialog di dalam Gedung Pemkot.

Dalam orasinya, Koordinator Aksi BBM, Sarino, menegaskan bahwa tuntutan kenaikan UMK 2026 sebesar 10 hingga 15 persen bukanlah angka sembarangan.

“Kami sudah melakukan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) selama tiga tahun. Hasilnya menunjukkan kenaikan yang wajar di kisaran Rp500 ribu hingga Rp700 ribu,” tegasnya.

Selain mendesak kenaikan upah, buruh juga menuntut pembuatan Peraturan Wali Kota tentang sistem pemagangan dan outsourcing, serta pencabutan PP Nomor 35 Tahun 2021 yang dianggap merugikan pekerja.

“PP 35 ini bagian dari turunan Omnibus Law yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Jadi seharusnya aturan itu juga dicabut,” ujar Sarino, disambut sorakan dukungan dari massa.

Ia menilai sistem pemagangan dan outsourcing di Bekasi belum memberikan kepastian hukum dan perlindungan yang layak bagi para pekerja. Karena itu, pihaknya meminta agar Pemkot Bekasi berani mengambil langkah konkret.

“Selama ini semua regulasi dipegang Disnaker Provinsi. Tapi kami ingin Wali Kota juga punya peran aktif melalui Disnaker Kota,” tambahnya.

Sekitar pukul 12.00 WIB, dialog antara perwakilan buruh dan Wali Kota pun berlangsung.

Dalam kesempatan itu, Tri Adhianto menyatakan bahwa setiap usulan kenaikan upah akan dibahas secara mendalam melalui Dewan Pengupahan Kota Bekasi.

“Semua tuntutan perlu dikaji dengan mempertimbangkan indikator ekonomi mikro dan makro. Salah satu acuannya adalah penetapan APBN 2026,” jelas Tri.

Tri menegaskan bahwa keputusan akhir tidak boleh membuat buruh justru kian tertekan secara ekonomi.

“Kebijakan upah seharusnya bisa menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Para buruh, bersama PNS dan pelaku usaha, adalah penggerak utama roda ekonomi,” katanya.

Terkait tuntutan revisi sistem outsourcing dan magang, Tri menegaskan bahwa Pemkot akan menyesuaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku.

“Jika sudah diatur dalam undang-undang atau PP, maka peraturan wali kota hanya bisa memperkuat, bukan bertentangan,” ujarnya.

Ia pun memastikan bahwa Pemkot akan mengawal proses pembahasan di Dewan Pengupahan hingga pengusulan ke Gubernur Jawa Barat.

“Kami akan usulkan penetapan upah tahun 2026 kepada Gubernur,” tegasnya.

Menjelang sore, massa aksi perlahan membubarkan diri dengan tertib. (Frm)

Ikuti Channel WhatsApp Bacaind
Bagikan: