JAKARTA, BacainD.com – Gangguan pada situs Surat Dukungan Work and Holiday Visa (SDUWHV) milik Direktorat Jenderal Imigrasi membuat ribuan masyarakat Indonesia frustrasi.

Sejak Rabu (15/10/2025), situs tersebut dilaporkan sulit diakses selama berjam-jam, bahkan sebagian calon peserta mengaku menunggu hingga sepuluh jam tanpa hasil.

Sebagai informasi, SDUWHV merupakan surat dukungan resmi dari pemerintah Indonesia yang wajib dimiliki sebelum mengajukan Work and Holiday Visa (WHV) ke Australia.

Program ini memungkinkan Warga Negara Indonesia bekerja sambil berlibur di Australia dengan kuota terbatas setiap tahunnya.

Tingginya minat pendaftar membuat situs SDUWHV kerap mengalami lonjakan trafik luar biasa hingga server overload.

Akibatnya, banyak calon peserta tidak bisa mengakses sistem, bahkan setelah menunggu berjam-jam.

Salah satu pendaftar, berinisial RY, pemuda asal Gresik, Jawa Timur, mengaku kecewa berat dengan sistem yang dinilainya tidak transparan.

Ia menceritakan bahwa dirinya bersama ribuan peserta lain yang terkumpul dalam group media sosial, tidak dapat masuk ke laman pendaftaran, meski sudah menunggu sejak pagi.

“Kayak diprank. Dari total 5.400an kuota WHV yang tersedia, yang terisi cuma tiga, lalu tiba-tiba saat direfresh langsung melonjak jadi 4.693. Padahal semua grup yang saya ikuti, isinya ribuan orang, semuanya tidak bisa login,” ujar Ry, kepada BacainD.com saat berada di salah satu warnet di Pondok Kelapa, Jumat (17/10/2025).

RY menambahkan, gangguan ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, pada Rabu (15/10/2025), situs SDUWHV juga mengalami eror akibat overload.

Melalui akun media sosial resminya, Direktorat Jenderal Imigrasi sempat mengumumkan bahwa pembukaan kembali sistem akan dilakukan pada Jumat (17/10/2025) pukul 09.00 WIB.

Namun, ketika pendaftaran dibuka, situs kembali tidak dapat diakses hingga sekitar pukul 15.15 WIB.

Ry menuturkan bahwa ia bahkan rela datang jauh-jauh dari Surabaya dan Gresik ke Jakarta demi mencari koneksi internet yang cepat, sesuai imbauan pihak imigrasi agar pendaftar menggunakan jaringan stabil dan berkecepatan tinggi.

“Di satu warnet di Pondok Kelapa, kami ada sekitar 25 orang. Tapi tidak satu pun yang berhasil login,” katanya.

Ia menambahkan, beberapa peserta lain bahkan datang dari luar pulau, seperti Aceh dan Palu, dengan tujuan yang sama: mencari jaringan lebih cepat agar peluang lolos meningkat. Namun upaya itu sia-sia karena sistem tetap tidak bisa diakses.

Lebih lanjut, Ry mengungkapkan kekecewaannya atas sistem yang dinilai tidak transparan. Menurutnya, munculnya pengumuman dari akun resmi imigrasi mengenai tahap validasi dokumen, padahal mayoritas peserta dalam groupnya belum bisa login, membuat banyak orang merasa ditinggalkan.

“Faktanya seperti diprank. Saya sudah tiga kali ikut war WHV, dan tahun ini yang paling parah. Kami tidak masalah kalau gagal atau tidak dapat kuota, tapi seharusnya prosesnya transparan. Siapa saja yang lolos harus diumumkan jelas,” ujarnya.

Ry juga menyoroti besarnya biaya yang harus dikeluarkan peserta hanya untuk mengikuti “perang” pendaftaran ini.

“Biaya untuk dokumen saja sudah mahal, mulai dari tes IELTS sekitar Rp3,5 juta, belum termasuk paspor, tiket perjalanan, penginapan, hingga sewa warnet. Hanya untuk war WHV hari ini, saya keluar sekitar Rp3,5 sampai Rp4,5 juta,” ungkapnya.

Ia berharap pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Imigrasi, dapat memperbaiki sistem SDUWHV agar lebih transparan, adil, dan stabil, sehingga semua peserta memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan kuota WHV untuk kedepannya. (Khf)

Ikuti Channel WhatsApp Bacaind
Bagikan: